Meneropong RUU TPKS melalui Lensa Konstitutif Tubuh-Simone de Beauvoir
Abstract
Perjalanan awal perempuan dan laki-laki dalam konsep gender telah berada pada start yang berbeda. Postulat "Justice for All" menjadi dilematis ketika perempuan berada pada posisi subordinat. Perbedaan (pembedaan?) tersebut bertitik pijak dari perempuan yang memiliki sistem reproduksi biologis maupun sosial yang tidak ada pada laki-laki. Celakanya, berdasarkan sejarah penulisan hukum, penulis hukum pun kebanyakan dari laki-laki. Pertanyaan sejauh mana perempuan, anak dan kelompok rentan diproyeksikan dalam hukum menjadi penting. Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (selanjutnya disingkat: RUU TPKS) membawa angin segar bagi korban, LSM, akademisi dan pihak-pihak terkait. Kiranya juga bagi para pemangku kebijakan melalui putusan hakim pada putusan MA RI mampu melindungi aspek penanganan, perlindungan, pencegahan, pemeriksaan dan saksi serta pendampingan dan pemulihan korban. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif (kajian pustaka) dengan menelusuri penelitian terdahulu terkait hukum pidana dan filosofi Simone de Beauvoir.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Alfonso Munte, Aprianto Wirawan
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.